Popular Post

ICT PBA

Archive for April 2013

Ragam Bahasa

By : Binti Lutfi
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tataran Bahasa Dari Segi Pemakainya
Tataran ialah suatu pengertian struktur lahir, seperti kalimat, klausa, frase, kata dan morfem. Kalimat merupakan satuan yang lebih tinggi tatarannya yang terbentuk dari satuan yang lebih rendah tatarannya. Istilah tataran digunaka oleh Halliday, Pike menggunakan istilah “tingkat”, sedangkan Lamb menggunakan istilah “stratum”.[1]
Secara bahasa kata dapat dibedakan menjadi tiga:
1. Kata sebagai satuan fonologis yang mempunyai pola fonotatik suku kata, bukan bahasa vokalik, tidak ada gugus konsonan pada posisi akhir.
2.  Kata sebagai satuan gramatikal
Menurut Lyons(1971) dan Dik (1976), secara gramatikal kata bebas bergerak, dapat dipindah-pindahkan letaknya, tetapi identitasnya tetap.
3. Kata sebagai satuan ortografis
Secara ortografis, kata ditentukan oleh sistem aksara yang berlaku dalam bahasa itu. Bahasa Indonesia misalnya menggunakan aksara latin jadi sebuah kata dituliskan terpisah dari kata lainnya, misalnya terima kasih dan kerja sama.
Frase ialah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif (Rusyana dan Samsuri, 1976) atau satu kata konstruksi ketatabahasaan yang terdiri atas dua kata atau lebih. Contoh, “Presiden Suharto sudah meresmikan jalan tol itu kemarin pagi”.
Klausa dalah satuan gramatikal yang setidak-tidaknya terdiri atas subjek dan predikat. Klausa dapat dibedakan berdasarkan distribusi satuannya dan berdasarkan fungsinya. Berdasarkan distribusi satuannya, klausa dibedakan atas klausa bebas dan klausa terikat. Berdasarkan fungsinya, klausa dibedakan menjadi klausa subjek, klausa objek, klausa keterangan, dan klausa perlengkapan.
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai intonasi final (kalimat lisan), dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Kalimat tersusun dari subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Kalimat terdiri dari kalimat tunggal dan majemuk.
1.    Tataran Fonemis
Fonem /s/ pada kata sarang mempunyai hubungan paradigmatis dengan fonem yang dapat menggantikannya asalkan penggantian itu menghasilkan kata dalam kategori dan fungsi yang sama, misalnya fonem /s/, /b/, /p/, dan /k/ pada kata /s/arang, /b/arang, /p/arang, dan /k/arang karena kata-kata itu berkelas nomina dan sama-sama dapat mengisi fungsi subjek atau objek.
2.    Tataran Morfologis
Urutan morfem dalam sebuah kata tidak dapat diubah-ubah menurut keinginan seseorang, misalnya sebagai pembentuk kata kerja, awalan meng- dan di- selalu terletak pada awal kata, seperti pada menulis dan melancong serta ditempuh dan dijual.
3.    Tataran Sintaksis
Ada kalanya kata di dalam sebuah kalimat dapat diubah-ubah letaknya tanpa mengubah arti. Yang berubah akibat perubahan letak itu hanya pengutamaan informasi,[2] seperti:
a.       Saya dan ibu bernyanyi tadi pagi.
b.      Tadi pagi saya dan ibu bernyanyi.
c.       Saya dan ibu tadi pagi bernyanyi.





B.     Ragam Bahasa
Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau register. Variasi berdasarkan bidang penggunaan ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa, misalnya bidang sastra, jurnalistik, militer, dan pertanian.[3] Ragam bahasa juga menyangkut ragam bahasa baku dan nonbaku.
             1.     Bahasa Baku dan Nonbaku
Ragam baku dapat dibedakan antara baku lisan (RBL) dan baku tulisan (RBT). Kata-kata logika, logis, sosiologi adalah baku dalam RBT. Dalam lafal RBL yang tampak baku adalah [lokhika], [lokhis], [sosiolokhi]. Kata tahun baku dalam RBT, tetapi tidak baku dalam RBL karena RBL hanya mengakui lafal tanpa /h/.
Ciri-ciri bahasa baku, bahwa jumlah penutur asli bahasa baku lebih sedikit keseluruhan penutur bahasa. Ragam baku biasanya diajarkan pada orang lain yang bukan penutur asli bahasa itu. Bahasa baku mampu dipahami oleh masyarakat luas, daripada dialek regional. Ragam baku bisanya dipakai oleh kalangan terpelajar dalam karya tulis ilmiah. Bahasa baku memiliki ciri kebahasaan yang dipakai secara konsisten.
Sedangkan bahasa nonbaku ialah semua bahasa selain bahasa baku. Umumnya bahasa yang digunakan di setiap daerah, termasuk dialek bukanlah bahasa baku. Kata kamu, engkau, saudara adalah baku, sedangkan situ tidak baku.[4] Misalnya:
a.       Pemakaian awalan me- dan ber- pada kalimat “Gubernur meninjau daerah banjir” (baku), “Gubernur tinjau daerah banjir” (tidak baku).
b.      Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan misalnya, atap (baku), atep (tidak baku), habis (baku), abis (tidak baku).[5]


             2.     Ragam bahasa sastra  
Pada percakapan dengan bahasa umum, orang mengungkapkan sesuatu secara lugas dan polos, tetapi akan berbeda pengungkapannya ketika digunakan pada karya sastra yang tentunya akan lebih estetis. Orang umum mengatakan “Saya sudah tua”, tetapi dalam bahasa sastra Ali Hasjmi, mengatakan dalam bentuk puisi.
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Sekarang petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi[6]
Dari contoh di atas dapat kita ketahui adanya perbedaan penggunaan bahasa ketika orang berbicara seperti pada umumnya dengan bahasa yang digunakan pada karya sastra puisi. Bahasa sastra lebih mengutamakan estetika.
             3.     Ragam bahasa jurnalistik
Ciri bahasa jurnalistik adalah bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Biasanya ragam bahasa jurnalistik menanggalkan awalan me- atau awalan ber- yang harus digunakan pada ragam bahasa baku. Contoh, kalimat “Gubernur tinjau daerah banjir” (bahasa jurnalistik), dalam bahasa baku berbunyi “Gubernur meninjau daerah banjir”.[7] Dari contoh tersebut dapat kita ketahui bahwa bahasa jurnalistik digunakan untuk menyampaikan informasi pada masyarakat umum, sehingga bahasa yang digunakan haruslah sederhana dan komunikatif.
             4.     Ragam bahasa militer
Ragam bahasa militer dikenal dengan cirinya yang ringkas dan bersifat tegas dengan berbagai singkatan dan akronim. Orang yang di luar militer seringkali sukar memahami singkatan dan akronim itu, tetapi kalangan militer dapat memahaminya.[8]

             5.     Ragam bahasa ilmiah
Ciri bahasa ilmiah adalah lugas, jelas, dan bebas dari keambiguan, serta segala macam metafora dan idiom. Bahasa ilmiah harus memberikan informasi yang jelas tanpa keraguan makna, bebas dari kemungkinan tafsiran makna yang berbeda. Oleh karena itu bahasa ilmiah bebas dari metafora dan idiom.[9]
Ragam bahasa ilmiah digunakan untuk mengkomunikasikan proses kegiatan dan hasil penalaran ilmiah, misalnya proposal penelitian, skripsi, tesis, artikel maupun naskah. Bahasa ilmiah memiliki struktur kalimat jelas dan bermakna lugas, struktur wacana bersifat formal, singkat, cermat dalam menggunkan unsur baku istilah, konsisten dalam pembahasan topik, dan objektif.[10]
4.      Ragam bahasa berdasarkan formalitas
Martin Joos dalam bukunya (The Five Clocks) membagi tingkat formalitas menjadi lima:
a.       Beku (frozen), bahasa paling resmi.
b.      Resmi (formal), dipakai dalam pidato resmi atau rapat dinas.
c.       Usaha (consultative), sesuai dengan pembicaraan biasa.
d.      Santai (casual), bahasa santai antar teman dalam berbincang-bincang.
e.       Akrab (intimate), bahasa akrab antar anggota, tidak perlu berbahasa secara lengkap, tetapi cukup dengan ucapan-ucapan pendek.[11]
5.      Ragam bahasa lisan
Kosa kata yang digunakan menekankan pilihan kata tidak baku. Bentuk kata bahasa lisan cenderung tidak menggunakan imbuhan. Kalimat cenderung tanpa unsur yang lengkap.[12] Misalnya dalam percakapan sehari-hari kita menggunakan bahasa nonbaku, singkat, tanpa mementingkan struktur kebahasaan, asalkan bisa dipahami.
6.      Ragam bahasa tulis
Ragam ini menekankan penggunaan ragam bahasa baku, ejaan baku, kosa kata baku, bentuk kata berimbuhan, dan kalimat yang lengkap secara gramatikal.[13] Misalnya dalam penulisan Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan ragam bahasa baku.
7.      Ragam bahasa pidato
a.       Ragam pidato ilmiah, antara lain: presentasi makalah ilmiah, presentasi skripsi, presentasi tesis, dan pidato pengukuhan guru besar.
b.      Ragam pidato resmi, misalnya pidato kenegaraan, khotbah agama di dalam gedung ibadah, dan pidato presiden RI.
8.      Ragam bahasa iklan
Kunci utama penggunaan bahasa iklan adalah bersifat persuasif. Contoh kalimat iklan:
a.       Kalimat yang mengandung berita: “Telah dibuka kursus bahasa Arab dan baca Alquran. Dijamin 3 jam dapat membaca Alquran.”
b.      Kalimat dengan suasana rahasia: “Jangan berspekulasi masuk UIN Malang jika tak dapat baca Alquran.”
c.       Kalimat yang bersifat keceriaan: “Anggun, dan berwibawa dengan memakai produk-produk Alkautsar Busana Boutiq.
d.      Kalimat yang bersifat spekulatif: “Beli produk bakso Islami dapat hadiah bros kerudung.”
e.       Kalimat yang meyakinkan: “Jangan membeli sebelum terbukti.”
f.       Kalimat pertanyaan: “Anda ingin Islam secara kaffah? Hubungi Al-fatehaah konseling.”[14]

C.     Model Bahasa
Kata model mempunyai tiga makna. Sebagai kata benda berarti perwujudan dari struktur yang diproyeksikan. Misalnya model pesawat terbang. Sebagai kata sifat berarti idealisasi atau kesempurnaa. Sebagai kata kerja berarti mendemonstrasikan, menunjukkan tentang sesuatu.
1.      Model Strukturalis
Teori seorang strukturalis tentang bahasa mengemukakan bahwa aktifitas bahasa secara umum adalah bersifat fisik dan dapat diuraikan dengan jelas dari segi sebab-akibat. Fakta-fakta bahasa diasumsikan sebagai manifestasi fisik ujar dan tulisan. Semua kegiatan dan peristiwa bahasa diamatai, hipitesis yang diujikan, parole sebagai sumber datanya.
2.      Model Transformasi
Bahasa pada intinya adalah aktifitas mental bukan fisik, yang jalan masuk menuju strukturnya diperoleh dengan mengadakan instropeksi pada diri perumus tentang bahasa ibunya sendiri, dengan mengambil metode induktif, dari peristiwa-peristiwa yang diamati dapat diciptakan satu model. Model itu dicek dan diadukan dengan intuisi perumusnya, dan timbullah teori sebagai penolakan terhadap pendekatan strukturalis.
Proses deskripsi bagi transformasionalis adalah konstruksi model-model simbolis dengan menggunakan metode sistem deduksi dari pengetahuan yang diinternalisasikan dari si pemakai-perumus, bukan induksi dari data eksternal.
a.         Model transformasi tradisional
Komponen-komponen mayor dari model normal dulunya selalu menghindar dari semua bahasan tentang variasi, biarpun model transformasional sudah mengalami banyak perubahan sejak tahun 1957. Kini kebanyakan model transformasional terdiri dari empat komponen: base, transformasional, fonologis, fonetik. Namun masih ada pertentangan, ada yang menginginkan agar semantik terpadu dalam base, dan yang lain melihatnya sebagai level yang terpisah.

b.         Model varian Bailey Morfem
Model “grammar” dalam kereangka umum transformative dihasilkan untuk bahasa Creole Jamaica, bahwa semua transformasi adalah wajib, tapi dipisahkan dari model tahun 1957 dalam mengemukakan pemikiran tentang varian morfem. Asumsi pokoknya adalah bahwa semua variasi bahasa kreol dapat dideskripsikan memakai struktur frase. Kemudian varian morfem dikemukakan untuk bisa mendaftar semua varian dalam bentuk morfem yang dipakai oleh pemakai bahasa dengan tidak membedakannya.
Banyak usaha yang dilakukan untuk member label pada penyebab varian. Pertama, dengan status bahasa pidgin dan kreol dalam kaitannya dengan bahasa induknya, dan kedua memberikan penggerak untuk mengadakan pengkajian variasi yang rapi di dalam linguistik. Namun secara fundamental model tersebut tidak mampu memberikan indikasi jelas tentang  korelasi antara setiap bentuk varian dan ciri-ciri sosiologis atau psikologis pada diri pemakai bentuk itu.
c.         Model kaedah variabel menurut Labov
Selama akhir tahun 1960-an dalam kajian tentang bahasa Inggris orang Negro yang non-standar di Amerika Serikat, Labov merasa lebih yakin dengan adanya logika pada bahasa Inggris non-standar dan ia membentuk model-model sistem aturan yang mengatur apa yang dahulunya cenderung dihilangkan sebagai rangkaian kata-kata berkonotasi buruk.
3.    Model Dinamis
Model dinamis muncul karena adanya kecenderungan mengatakan bahwa dinamisme sistem itu harus didiamkan untuk mengamankan deskripsi sistem yang statis. Kini banyak sosiolog tidak lagi memandang hal itu, mereka berpendapat bahwa dalam perubahan itu terdapat sistem dan arah, yang dapat diwujudkan dan ditampakkan dengan memakai model dinamis dan probabilitas.

a.    Guttman dan pengukuran skala implikasional
Guttman mengakui bahwa pilihan pada klasifikasi tertentu itu berimplikasikan pilihan yang lain pula. Atas alasan ini dirancanglah skala kumulatif dimana implikasi-implikasi itu dapat dicakup dengan mudah. Contohnya ialah skala mengenai ketinggian. Jika dikatakan bahwa tinggi badan saya melebihi lima kaki sebelas inchi, ukuran ketinggian ini berimplikasi bahwa saya harus memberikan jawaban positif pada pertanyaan seperti ‘apakah Saudara berukuran tinggi lebih dari empat kaki enam inchi?’, yaitu renspons positif terhadap pertanyaan yang berimplikasikan jawaban positif untuk semua pertanyaan yang bernilai rendah. Skala semacam itu adalah bersifat unidireksional dan dengan diberikan sekian pertanyaan dan skala bentuk jawaban dari sekelompok responden maka jawaban itu sendiri pasti dapat diulang kembali dengan mudah.
Skala Hipotesis Guttman
1          2          3          4          5          6          + respon positif
            A         +          +          +          +          +          +          - respon negatif
B          -           +          +          +          +          +          1 - 6= pertanyaan
C          -           -           +          +          +          +          A – G= responden
D         -           -           -           +          +          +
E          -           -           -           -           +          +
F          -           -           -           -           -           +
G         -           -           -           -           -           -

b.    Model gelombang Bailey
C.J. Bailey dalam pengkajiannya tentang bahasa-bahasa kreol dengan menggambarkan skala yang mirip dengan Guttman. Pada skala di atas, jika kita menginterpretasikan ‘A’ sebagai informan dan ‘1’ sebagai bentuk varian tertentu. Dalam istilah linguistik tradisional berarti hanya A yang menggunakan semua enam bentuk varian dan G tidak menggunakan satu pun dari keenam bentuk varian itu. Bagi ahli sosiolinguistik: A dan G, karena pilihannya yang tak berubah, bukan menjadi pusat perhatian kecuali hanya dianggap sebagai ‘marker batas’. A dan B adalah contoh pemakai dua dialek spesifik, sedang B sampai F karena pilihannya yang bertentangan satu sama lain memang patut dikaji. Contoh gelombang Bailey
            1          2
A         +          +
     B         -           +
     C         -           -
A, dengan menggunakan kedua bentuk varian, jelas dapat dikatakan sebgai penutur variasi ‘luas’ dalam dialek lokal itu. Sebaliknya, C memakai bentuk yang identik dengan bentuk standar.
Keampuhan model ini adalah kemampuannya untuk menunjukkan ranking pada variasi, bukan di dalam level linguistik dimana variasi itu terjadi. Dengan model ini dan ditunjang dengan ditunjang dengan konsepsi-konsepsi statis tentang bahasa dan munculnya perbedaan antar diakronis dan sinkronis melalui sifat dinamisnya, kita bisa secara serentak menjadi lebih dekat dengan data. Model tersebut juga memudahkan kita membuat deskripsi bahasa dengan terus memakai analogi, dengan melihat sifat-sifat bahasa itu bukan sebagai keadaan yang kaku beku tapi sebagai gelombang perubahan yang tersebar di seluruh komunitas ujaar.[15]

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
            Tataran ialah suatu pengertian tentang struktur lahir, seperti kalimat, klausa, frase, kata, morfem. Ada tiga tataran, yakni tataran fonemis, tataran morfologis, dan tataran semantik.
            Ragam bahasa ialah variasi bahasa berdasarkan kegunannya, atau bahasa tersebut digunkan dalam bidang apa. Martin Joos membagi ragam bahasa ke dalam lima tingkat, yakni beku, resmi, usaha, santai, dan akrab. Selain itu ada juga ragam bahasa berdasrkan kegunaannya yakni bahasa sastra, jurnalistik, ilmiah, militer, ragam bahasa iklan, ragam bahasa pidato, dan sebagainya.
            “Model” sebagai kata benda berarti perwujudan dari struktur yang diproyeksikan. Misalnya model pesawat terbang. Sebagai kata sifat berarti idealisasi atau kesempurnaa. Sebagai kata kerja berarti mendemonstrasikan, menunjukkan tentang sesuatu. Ada tiga model bahasa yakni, strukturalisme, tranformasi, dan model dinamis.


DAFTAR PUSTAKA
Bell, Roger T. Tanpa Tahun. Sosiolinguistik: sajian, tujuan, pendekatan, dan problem. Diterjemahkan oleh Abd. Syukur Ibrahim. Surabya: Usaha Nasional.

Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Indonesia Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 1996. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Lyons, John. Tanpa Tahun. Pengantar Teori Linguistik. Diterjemahkan oleh Soetikno. Yogyakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mansurudin, Susilo. 2010. Mozaik Bahasa Indonesia. Malang: UIN Maliki Press.

Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arisetya. Sintaksis: sebuah intisari. (online) http://ariperon.wordpress.com/2009/01/06/sintaksis-sebuah-intisari/ artikel diakses 6 April 2013.






[1] John Lyons, Pengantar Teori Linguistik,  penerjemah Soetikno (Yogyakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), 201-202.
[2] Lihat: http://ariperon.wordpress.com/2009/01/06/sintaksis-sebuah-intisari/ (7 April 2013).
[3] Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010),  68.
[4] Sumarsono, Sosiolinguistik, (Cet. V, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 31-36.
[5] Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, 5-7.
[6] Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik ..., 69.
[7] Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik ..., 69.
[8] Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik  ..., 69.
[9] Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik  ..., 69.
[10] Sosilo Mansurudin, Mozaik Bahasa Indonesia, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), 95-97.
[11] P.W.J Nababan. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 1993),  22-23.
[12] Sosilo Mansurudin, Mozaik Bahasa Indonesia, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), 95.
[13] Susilo Mansurudin, Mozaik Bahasa ..., 96.
[14] Susilo Mansurudin, Mozaik Bahasa ..., 95-104.
[15] Sykur Ibrahim, Sosiolinguistik: Sajian, Tujuan, Pendekatan, Dan Problem, (Surabaya: Usaha Nasional, 1995), 74-92.

- Copyright © rifalutfiya - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -