ICT PBA
- ICT PBA (4)
- Makalah (1)
- Sosiolinguistik (1)
- Back to Home »
- ICT PBA »
- UAS ICT PBA
Posted by : Binti Lutfi
Selasa, 02 Juli 2013
Teman-teman. inilah UAS ICT PBA saya semester 4.
METODE PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
BI NTI MA’RIFATUL LUTFIYAH
Berbagai Metode Dalam Pembelajaran Bahasa Arab
A.
PENGERTIAN
METODE
Secara etimologi metode berasal dari kata Methodos, bahas
Latin, sedangkan Methodos itu sendiri berasal dari akar kata metha dan Hodos.
Metha artinya menuju, melalui, mengikuti,melewati dan sesudah, sedangkan hodos
artinya jalan, cara, arah. Maka metode memiliki arti suatu jalan yang
dilalui untuk mencapai tujuan . Dalam bahasa inggris dikenal dengan term
method dan way yang mempunyai arti metode dan cara dan dalam bahasa arab, kata
metode diungkapkan dalam berbagai kata seperti kata al-thariqoh (jalan), al-
manhaj (sistem), dan al- wasilah (mediator atau perantara). Dengan demikian
kata arab yang berarti dekat dengan arti metode adalah al- thariqoh . Ahmad
tafsir tidak sepakat menyamakan pengertian “metode” dengan “cara”, meskipun
metode juga dapat diartikan dengan cara. Untuk mengetahui metode secara tepat,
dapat kita lihat penggunaan kata metode dalam bahasa inggris. Dalam bahasa
inggris ada kata method dan way. Dua kata ini sering diterjemahkan cara dalam
bahasa Indonesia. Sebenarnya yang lebih tepat diterjemahkan cara adalah way
bukan method. Jadi metode adalah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan
pengertian “cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu”. Ungkapan
“paling tepat dan cepat” ini sering di ungkapkan dengan istilah “efektif dan
efisien”.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, metode adalah “cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan guna mencapai apa yang telah
ditentukan”. Dengan kata lain adalah suatu cara yang sistematis untuk mencapai
tujuan tertentu.
Ditinjau dari segi terminologis (istilah), metode dapat dimaknai
sebagai “jalan yang ditempuh oleh seseorang supaya sampai pada tujuan tertentu,
baik dalam lingkungan atau perniagaan maupun dalam kaitan ilmu pengetahuan dan
lainya”.
Metode menurut Djamaluddin dan Abdullah Aly dalam Kapita Selekta
Pendidikan Islam, (1999:114) berasal dari kata meta berarti melalui, dan hodos
jalan. Jadi metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Depag RI dalam buku Metodologi Pendidikan Agama Islam (2001:19)
Metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Menurut WJS .Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(1999:767) Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai suatu maksud.
Menurut ROTHWELL & KAZANAS Metode adalah cara, pendekatan, atau
proses untuk menyampaikan informasi.
Menurut TITUS Metode adalah rangkaian cara dan langkah yang tertib
dan terpola untuk menegaskan bidang keilmuan.
Menurut MACQUARIE Metode adalah suatu cara melakukan sesuatu,
terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu.
Menurut WIRADI Metode adalah seperangkat langkah (apa yang harus
dikerjakan) yang tersusun secara sistematis (urutannya logis).
Menurut DRS. AGUS M. HARDJANA Metode adalah cara yang sudah
dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah- langkah tertentu
guna mencapai tujuan yang hendak dicapai.
Pengertian metode Pembelajaran menurut :
1. Nana Sudjana (2005: 76) “Metode pembelajaran ialah cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pengajaran”.
2. M. Sobri Sutikno (2009: 88) Metode pembelajaran adalah cara-cara
menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran
pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan”.[1]
B.
MACAM-METODE PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Ibnu khaldun berkata, “Sesungguhnya pengajaran itu merupakan
profesi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan kecermatan karena ia
sama halnya dengan pelatihan kecakapan yang memerlukan kiat, strategi dan
ketelatenan, sehingga menjadi cakap dan professional.” Penerapan metode
pengajaran tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien sebagai media
pengantar materi pengajaran bila penerapannya tanpa didasari dengan pengetahuan
yang memadai tentang metode itu. Sehingga metode bisa saja akan menjadi
penghambat jalannya proses pengajaran, bukan komponen yang menunjang pencapaian
tujuan, jika tidak tepat aplikasinya. Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami
dengan baik dan benar tentang karakteristik suatu metode. Secara sederhana,
metode pengajaran bahasa Arab dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
pertama, metode tradisional/klasikal dan kedua, metode modern. [2]
Metode
Pembelajaran bahasa Arab tradisional adalah
metode Pembelajaran bahasa Arab yang terfokus pada “bahasa
sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab berarti
belajar secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu
bahasa Arab, baik aspek gramatika/sintaksis
(Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid as-sharf)
ataupun sastra (adab). Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk
tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan tarjamah. Metode tersebut
mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai
sekarang pesantren-pesantren di Indonesia,
khususnya pesantren salafiah masih
menerapkan metode tersebut. Hal ini
didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
Pertama, tujuan Pembelajaran bahasa arab tampaknya pada aspek
budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf. Kedua kemampuan ilmu nahwu
dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk
memahami teks/kata bahasa Arab klasik yang
tidak memakai harakat, dan tanda baca
lainnya. Ketiga, bidang tersebut merupakan tradisi
turun temurun, sehingga kemampuan di bidang itu memberikan “rasa percaya
diri (gengsi) tersendiri di kalangan mereka”.
Metode
Pembelajaran bahasa Arab modern adalah
metode Pembelajaran yang berorientasi pada tujuan
bahasa sebagai alat. Artinya, bahasa
Arab dipandang sebagai alat komunikasi dalam
kehidupan modern, sehingga inti belajar
bahasa Arab adalah kemampuan untuk menggunakan
bahasa tersebut secara aktif dan mampu
memahami ucapan/ungkapan dalam bahasa Arab. Metode
yang lazim digunakan dalam Pembelajarannya adalah
metode langsung (tariiqah al - mubasysyarah). Munculnya metode
ini didasari pada asumsi bahwa bahasa adalah sesuatu
yang hidup, oleh karena itu harus dikomunikasikan
dan dilatih terus sebagaimana anak kecil belajar bahasa.
a. Metode Qawaid dan Terjemah
Para
pakar dan praktisi pembelajaran bahasa
asing sering juga menyebut metode ini dengan
metode tradisional. Penyebutan tersebut berkaitan dengan sebuah
cerminan terhadap cara-cara dalam jaman Yunani
Kuno dan Latin dalam mengajarkan bahasa. Asumsi dasar
metode ini adalah adanya „logika semesta‟ (universal logic)
yang merupakan dasar semua bahasa di
dunia, sedangkan tata bahasa adalah cabang logika.
Metode ini
ditujukan kepada peserta didik agar, (1) lebih mempu membaca naskah berbahasa
Arab atau karya sastra Arab, dan (2) memiliki nilai displin dan
perkembangan intelektual. Pembelajaran dalam metode ini didominasi dengan
kegiatan membaca dan menulis. Adapun kosakata yang dipelajari adalah kosakata
dari tes bacaan, di mana kalimat diasumsikan sebagai unit yang terkecil dalam
bahasa, ketepatan terjemahan diutamakan, dan bahasa Ibu digunakan dalam prose
pembelajaran.
b. Metode Langsung (Mubâsyarah)
Karena adanya
ketidak puasan dengan metode qawa’id dan tarjamah, maka terjadi
suatu gerakan penolakan terhadap metode tersebut menjelang pertengahan abad ke
19. Banyak orang Eropa yang merasa bahwa buku-buku pembelajaran bahasa asing
yang beredar tidaklah praktis, karena tidak mengajarkan bagaimana berbahasa namun
lebih memperhatikan pembicaraan tentang bahasa. Karena itu,
banyak kemudian bergulir ide-ide untuk meperbaharui metode tersebut.
Berdasarkan
asumsi yang ada dalam proses berbahasa antara Ibu dan anak, maka F.Gouin
(1980-1992) mengembangkan suatu metode yang diberi nama dengan metode langsung
(thariqah mubasyarah), sebuah metode yang sebenarnya juga pernah
digunakan dalam dunia pembelajaran bahasa asing sejak jaman Romawi (± abad XV).
Metode ini memiliki tujuan yang terfokus pada peserta didik agar dapat memiliki
kompetensi berbicara yang baik. Karena itu, kegiatan belajar mengajar bahasa
Arab dilaksanakan dalam bahasa Arab langsung baik
melalui peragaan dan gerakan. Penerjemahan
secara langsung dengan bahasa peserta didik dihindari.
c. Metode Silent Way (Guru Diam)
Metode ini
digulirkan oleh C. Gatteno (1972). Kendati ia mengembangkan teori dan
metode pembelajaran yang terpisah dengan
teori Chomsky, namun didalamnya banyak persamaan. Ide dasarnya adalah
bahwa belajar sangat bergantung pada diri (self) seseorang. Diri tersebut
mulai berfungsi pada waktu manusia diciptakan dalam kandungan, dimana sumber
awal tenaganya dalah DNA (deoxyribonu acid). Diri menerima
masukan-masukan dari luar dan mengolahnya sehingga menjadi bagian dari diri itu
sendiri.
Dalam
penggunaan metode silent way, guru lebih banyak diam, ia menggunakan
gerakan, gambar dan rancangan untuk memancing dan membentuk reaksi. Guru
menciptakan situasi dan lingungan yang mendorong
peserta didik “mencoba-coba” dan menfasilitasi pembelajaran. Seolah hanya
sebagai pengamat, guru memberikan model
yang sangat minimal dan membiarkan peserta didik berkembang
bebas, mandiri dan bertanggung jawab. Adapun penjelasan,
koreksi dan pemberian model sangat minim, lalu peserta
didik membuat generalisasi, simpulan dan aturan yang diperlukan sendiri. Hanya
saja, di dalamnya masih digunakan pendekatan struktural dan leksikal dalam
pembelajaran.
d. Sugestopedia
Sugetopedia
merupakan metode yang didasarkan pada tiga asumsi. Pertama, belajar itu
melibatkan fungsi otak manusia, baik secara sadar ataupun dibawah sadar. Kedua,
pembelajar mampu belajar lebih cepat dari metode- metode lain. Ketiga, Kegiatan
belajar mengajar dapat terhambat oleh beberapa faktor, yakni (1) norma-norma
umum yang berlaku di tengah masyarakat, (2) suasana yang terlalu kaku, kurang
santai, dan (3) potensi pembelajar yang kurang diberdayakan oleh guru. Metode
ini dicetuskan oleh seorang psikiatri Bulgaria yang bernama George
Lozanov.
Metode
Sugestopedia mempunyai tujuan agar peserta didik mampu
bercakap-cakap tingkat tinggi. Dalam metode ini, butir-butir bahasa Arab dan
terjemahannya disajikan dalam bahasa Ibu dalam bentuk dialog. Tujuan
utama bukan sekedar penghafalan dan pemerolehan kebiasaan, tetapi
tindakan komunikasi. Karena kegiatan belajar
meliputi peniruan, tanya jawab, dan bermain peran, maka peserta
didik diharapkan bisa metoleransi dan menerima perlakuan seperti kanak-kanak (infantilization).[3]
Lazanov
adalah pencetus pertama kali metode Suggestopedia atau disebut
Suggestology karena dapat membasmi pengaruh buruk dari perasaan takut dalam
proses pembelajaran. seperti perasaan tidak mampu, perasaan takut salah, belum
familiar. Menurut Bancropt seperti dalam buku A. Arsyad ada enam unsure
dasar metode ini.
a.
Authority
yaitu adanya semacam dari seorang
guru (guru dapat dipercaya kemampuanya) yang membuat murid yakin dan percaya
pada dirinya sendiri. Stevick, salah satu seorang pengagum metode ini,
menyatakan kalau self confidence tercipta, maka rasa aman terpenuhi,
kalau rasa aman terpenuhi, maka murid akan terpancing untuk berani
berkomunikasi.
b.
Infantilisasi.
Yaitu murid seakan-akan seperti
anak kecil yang menerima authority dari guru. belajar seperti anak-anak
dapat melepaskan murid dari tekanan belajar sehingga murid dapat belajar secara
ilmiah. Ilmu masuk tanpa disadari seperti apa yang dialami oleh seorang anak
kecil.
c.
Dual Komunikasi
yaitu komunikasi verbal dan non
verbal yang berupa rangsangan semangat dari keadaan ruangan dan dari
kepribadian seorang guru. Murid-murid duduk di kursi yang nyaman dengan tata
ruang yang hidup dan memberi semangat. Guru menghindari mimik yang menunjukan
ketidak sabaran, cemberut, sinis, dan kritik-kritik yang negative.
d.
Intonasi
dalam hal ini. Guru menyajikan
materi pelajaran dengan tiga yang berlainan. Dari intonasi mirip orang berbisik
dengan suara tenang dan lembut. Intonasi yang normal biasa-biasa sampai kepada
nada suara keras dramatis.
e.
Rhythm ,
yaitu pelajaran membaca dilakukan
dengan irama, berhenti sejenak diantara kata-kata dan rasa yang disesuaikan
denga nafas irama dalam, disini murid diminta dan diajar untuk menarik nafas
selama dua detik. Menahannya selama empat detik dan menghembuskannya selaman dua
detik.
f.
Keadaan Pseudda-Passive
pada unsur ini keadaan murid
betul-betul rileks. Tetapi tidak tidur sambil mendengar irama music abad ke 18
racle (1977) menjelaskan bahwa pada saat-saat rileks inilah terjasi paa yang
disebut hypermnesia” dimana daya ingat menjadi kuat.
Meskipun demikian metode ini
diangap modern dan inovatif , namun masih terdapat kecacatan atau
beberapa kekuarangan dan tampaknya kurang tepat diterapkan di lembaga
pendidikan formal di Indonesia. Akan tetapi ada beberapa prinsip yang bisa
diambil dari metode ini berkenaan dengan prinsip belajar bahasa, yakni prinsip
“the principle of joy and easiness’ prinsip senang dan menganggap susatu
itu gampang. Hal ini sejalan dengan pandangan Lariy Anger bahwa belajar bahasa
sebaiknya disuasanai oleh hal – hal yang menyenangkan dan sedapat mungkin
dinikmati.[4]
Dalam blog el-kalam disebutkan terdapat
beberapa metode yang mungkin sesuai digunakan dalam proses pembelajaran bahasa
Arab, baik dikalangan pesantren maupun Madrasah-madrasah, yaitu:
- Metode Tematik. (Tariqah Al Maudu’iyah)
Metode tematik
adalah proses pengajaran yang berasaskan satu ide pokok sebagai tema sebelum
dikembangkan pada beberapa tema yang lain. Contohnya, dalam minggu ini, tema
pokok yang dipilih ialah berkaitan dengan masalah keluarga. Dalam satu
pelajaran dikenalkan berbagai nama anggota keluarga dan aktivitas
keluarga,.Untuk satu judul seperti keluarga, semua bagian pembelajaran Bahasa
Arab seperti nahwu (tata bahasa), kitabah (menulis), Qiroah (membaca), Kalam
(berbicara), Istima’(mendengar) dipraktekkan ketika itu juga.
- Metode Ejaan (Tariqah Al Imla’iyah)
Dalam metode
ini murid disuruh untuk menulis apa yang diberikan oleh pendidik/fasilitator ,
yaitu pendidik/fasilitator membacakan sebuah materi dan murid menulisnya.
- Metode tanya-jawab (Tariqah Al Munazharah)
Metode tanya
jawab sangat tepat dalam konteks pembelajaran bahasa. Karena dalan metode ini
semua elemen memainkan perannya masing-masing yaitu pendidik/fasilitator
dan murid. Proses pembelajaran dalam metode ini peran
pendidik/fasilitator dan murid sangat esensial sekali karena melakukan
tanya jawab diantara mereka..
- Metode Pengulangan (Tariqah al Mulazamah)
Dalam metode
ini membaca berulang-ulang merupakan prinsip utama dalam pengajaran
bahasakarena sangat mendukung untuk meningkatkan kemahiran lisan dan kemahiran
membaca.
- Metode Perbandingan (al Qiyasiyah)
Dalam metode
ini seorang pendidik/fasilitator menerangkan pelajaran secara global
sebelum menjelaskannya secara terperinci. Metode ini sangat cocok dalam pembelajaran
tata bahasa ( Nahwu ) karena pendidik/fasilitator memberikan
contoh-contoh secara global terdahulu, setalah murid mengerti dan paham maka
pendidik/fasilitator memberikan contoh-contoh lain yang berhubungan
dengan judul materi tersebut.
- Metode Induktif
Metode ini
menuntut seorang murid untuk bisa membuat kesimpulan dan ringkasan dari suatu
pelajaran. Jadi, setelah pendidik/fasilitator menjelaskan pelajaran yang
diajarkan maka murid meringkas dan megambil inti sari dari apa yang telah
disampaikan oleh pendidik/fasilitator .[5]
Metode mengajarkan muhadasah
Ada beberapa langkah yang ditempuh dalam
mengajarkan ini, yaitu :
- Mempersiapkan acara/materi muhadasah dengan matang dan menetapkan topik yang akan disajikan (SP tertulis)
- Materi muhadasah hendaklah disesuaikan dengan taraf perkembangan dan kemampuan anak didik. Jangan memberikan muhadasah dengan kata-kata dan kalimat-kalimat yang panjang yang tidak dimengerti dan dipahami oleh anak didik. Mulailah dengan kata-kata dan kalimat yang telah dikuasai oleh anak didik. Misalnya dengan memulai memperkenalkan alat-alat tulis sekolah dan peralatan rumah tangga. Dan setelah bahasa Arabnya maju maka meningkat kepada pembent ukan dan perangkaian kata-kata menjadi kalimat yang sempurna. Kemudian lingkup materi pembicaraan terus semakin diperluas dan dikembangkan selalu.
- Menggunakan alat peraga (sebagai alat bantu) muhadasah. Sebab dengan alat peraga dapat menjelaskan persepsi anak tentang arti dan maksud yang terkandung pada muhadasah. Disamping itu dapat menarik perhatian anak didik dan tidak menjenuhkan. Sebagai contoh : Guru bertanya kepada anak didik dengan memegang kitab yang ada ditangannnya : kemudian disuruhlah salah seorag murid untuk mengeja dengan kalimat yang sempurna, misalnya : (yang di tanganmu kitab). Dan begitulah seterusnya.
- Guru hendaklah menjelaskan terlebih dahulu arti kata-kata yang terkandung dalam muhadasah, dengan menuliskannya di papan tulis. Setelah murid dianggap mengerti, guru menyuruh murid untuk mencoba mempraktekkannya di depan kelas. Dan teman lainnya menyimak dan memperhatikan sebelum mendapat giliran berikutnya.
- Pada muhadasah tingkat lebih tinggi atas, anak didiklah yang ebih banyak berperan, sedangkan guru yang menentukan topik yang akan dimuhadasahkan. Dan setelah acara dimulai, peranan guru hanya mengatur jalannya muhadasah, agar jalannya muhadasah tetap sportif dan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
- Setelah muhadasah selesai dilakukan, guru kemudian membuka forum soal jawab dan hal-hal lain yang perlu untuk didiskusikan mengenai muhadasah yang baru saja selesai. Jika ada hal-hal yang masih belum dimengerti dan dipahami oleh anak didik, maka guru mengulangi penjelasannya lagi, dan mencatatkannya di papan tulis dan menyuruh murid untuk mencatat di buku tulisnya.
- Penguasaan bahasa secara aktif, itulah yang baik dan berhasil, bukan hanya penguasaan pasif. Jika bertemu orang Arab, tak mampu murid-murid berbicara/berkomunikasi. Alangkah janggalnya.
- Di dalam kelas, guru harus selalu berbicara di dalam bahasa Arab. Mustahil murid-murid akan pandai berbahasa Arab, jika gurunya tak pernah / jarang bicara bahasa Arab.
- Jika muhadasah akan dilanjutkan kembali pada pertemuan berikutnya, maka guru sebaiknya, dapat menetapkan batas dan materi yang akan disajikan berikutnya, agar siswa dapat lebih mempersiapkan dirinya. Muhadasah adalah yang terpenting dalam pelajaran bahasa Arab.
- Mengakhiri pertemuan pengajaran, dengan mmeberi dorongan dan semangat siswa untuk lebih giat lagi.
Metode
pengajaran muthala’ah
- Apresepsi dan Pre Test
Setiap awal
pelajaran hendaklah dimulai dengan apresepsi dan pre test. Pre test yaitu
menghubungkan pelajaran yang telah diberikan, dengan pelajaran yang akan
disajikan, sehingga pengajaran menjadi kontekstual dan relevan
- Sebelum guru membaca buku pelajaran yang akan dipelajari, suruhlan akan didik untuk membaca buku bacaannya, jika ada, dan menyimak bacaan gurunya secara baik dan tertib. Setelah selesai membaca adakanlah bersoal jawab dengan anak didik, sehingga mengerti danpaham betul mengenai bacaan tersebut.
- Guru menwaarkan kepada murid, untuk mengulangi bacaan yang baru saja dibaca oleh gurnya, kemudian menunjuk di antara yang pandai untuk membaca. Sedangkan yang lain aktif menyimak dan memperhatikan bacan temannya itu.
- Setelah selesai membaca diantara siswa yang disruh tadi, maka kemudian adakanlah diskusi dan bersoal jawab terhadap bacaan tersebut. Apakah terdapat kekuarangan atau kesalahan. Dan kalau terdapat kesalahan, suruhlah temannya yang lain untuk membenarkannya. Dalam hal ini hendaknya diperhatikan juga, bahwa dalam membrtulkan suatu kesalahan, janganlahj disaat-saat “kalimat” yang dibaca belum selesai. Sebab hal itu akan dapat berakibat makna bacaan menjadi terputus, disamping dapat menghambat konsentrasi anak didik.
- Dan jika acara bacaan itu terlalu panjang, maka sebaiknya bacaan tersebut dibagi-bagi dalam bagian pendek / terkecil, agar sederhana dan mudah dimengerti. Dan setelah bagian tertentu dapat diselesaikan, maka dilanjutkan pada bagian yang lain, sehingga akhirnya sampai selesai. Secara keseluruhan
- Dalam memberikan penjelasan, hendaklah disertai dengan contoh-contoh, dan menuliskan arti kata-kata sulitnya di papan tulis untuk dicatat oleh anak didik
- Pada akhir setiap pelajaran selesai, guru jangan lupa menyiapkan kata-kata nasihat kepada anak didik agar tergugah / terangsang untuk giat belajar dan rajin mengulangi pelajaran yang lain.
Metode Imla’
Metode Imla’ disebut juga metode dikte, atau
metode menulis. Di mana guru membacakan acar pelajaran, dengan menyuruh siswa
untuk mendikte / menulis di buku tulis. Dan imla’ dapat pula berlaku, dimana
guru menuliskan materi pelajaran imla’ di papan tulis, dan setelah selesai
diperlihatkan kepada siswa. Maka materi imla’ tersebut kemudian dihapus, dan
menyuruh siswa untuk menuliskannya kembali di buku tulisnya.
Adapun metode imla’ tersebut adalah sebagai
berikut :
- Memeberikan, apersepsi terlebih dahulu, sebelum memulai imla’. Gunanya adlah agar perhatian anak didik terpusat kepada pelajaran yang akan dimulai.
- Jika imla’ dilakukan dengan cara menuliskan materi imla’ maka langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :
- Guru menuliskan materi pelajaran di papan tulis dengan tulisan yang menarik
- Membacakan materi pelajaran imla’ yang telah ditulis itu secara pelan dan fasih
- Setelah guru membacakan imla’, maka suruhlah di antara mereka untuk membacakan acara imla’ hingga benar dan fasih. Jikaperlu semua siswa dapat membaca imla’ tersebut
- Setelah selesai membca imla’ dari semua siswa, maka guru menyuruh mereka untuk mencatatnya di buku tulis
- Menagdakan soal jawab, hal-hal yang dianggap belum dimengerti dan dipahami. Dan kemudian mengulangi sekali lagi bacaan tersebut hingga tidak ada lagi kesalahan
- Menuliskan kata-kata sulit serta ikhtisar dari materi imla’
- Guru menyuruh semua siswa untuk mencatat / menulis imla’ didepan papan tulis itu ke dalam buku tulis mereka masing-masing, dengan benar dan rapi.
- Setelah selesai imla’, guru mengumpulkan catatan imla’ semua anak didik untuk diperiksa atau dinilai.[6]
Metode Insya’ (mengarang)
Metode insya’ yaitu cara menyajikan bahan
pelajaran dengan menyuruh siswa mengarang dalam bahasa Arab. Untuk
mengungkapkan isi hati, pikiran dan pengalaman yang dimilikinya.
Melalui metode ini diharapkan siswa dapat
mengembangkan daya imajinasi secara kreatif dan produktif sehingga berpikirnya
menjadi berkembang dan tidak statis.
Tujuan pembelajaran insya’
1)Siswa dapat
mengarang kalimat-kalimat sederhana dalam bahasa Arab.
2)Siswa
terampil dalam mengemukakan buah pikirannya, melalui karya tulis berupa
karangan
3)Siswa mampu berkomunikasi melalui koresponden
dalam bahasa Arab
4)Siswa dapat mengarang buku-buku cerita yang
menarik
5)Siswa dapat menyajikan berita/ peristiwa kejadian
dalam lingkungan masyarakat dan dunia Islam melalui karya yang berbentuk cerita
(cerpen), tajuk rencana, artikel dan karya ilmiah lainnya, yang aktual dan
merangsang.
Metode
mengajarkan insya’
1)
Materi pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kemampuan anak didik dan
perkembangan berpikir serta usia mereka
2)
Pada kelas-kelas dasar pelajaran insya’ dapat diberikan mengenai pembentukan
kata-kata atau kalimat yang telah diketahui (dikuasai) anak didik menjadi
kalimat yang sederhana
3)
Sedangkan pada kelas-kelas atas, maka pengajaran insya’ dapat ditingkatkan pada
pembentukan kalimat yang telah sempurna, yang telah mengandung pengertian yang
utuh
4)
Sedangkan pada kelas / tingkat yang lebih tinggi, maka materi insya’ sudah
terikat lagi dengan ketentuan-ketentuan yang mungkin bersifat terikat. Akan
tetapi guru hanya menentukan topik / tema karangan atau insya’. Apakah mengenai
cerita-cerita hikmah tertentu, syair, puisi atau berupa karya ilmiah lainnya.
Dan siswa mengembangkannya
5)
Setelah insya’ dikerjakan anak didik, maka guru hendaknya mengadakan soal
jawab, dan berdiskusi mengenai hasil karya mereka untuk saling bertukar
pendapat dan saling melengkapi
6)
Guru membetulkan insya’, dengan memberikan berbagai keterangan dan penjelasan
kepada anak didik
7)
Guru mencatat dan melengkapi karyanya itu atas dasar keterangan gunanya
8)
Guru mengakhiri acara insya’ dengan memberikan berbagai petunjuk atau nasehat
yang berguna bagi anak didik
5. Metode
Mahfudzat (Menghafal)
Metode
mahfudzat atau menghafal, yakni cara menyajikan materi pelajaran bahasa Arab,
dengan jalan menyuruh siswa untuk menghafal kalimat-kalimat berupa syair,
cerita, kata-kata hikmh, dan lain-lain yang menarik hati.
Pada
umumnya pelajaran menghafal syair-syair, kata-kata hikmah dalam bahasa Arab,
sangat digemari oleh anak didik. Terutama pada tingkat Ibtidaiyah dan
Tsanawiyah. Apalagi materi mahfudzat menarik dan menyentuh perasaan anak didik.
Di bawah ini satu contoh materi mahfudzat yang menarik :
“Yang dikatakan
pemuda ialah yang berkata : Inilah aku, bukanlah seorang pemuda kala ia berkata
Bapakku Si Anu”
Demikian pula
pada syair yang berbunyi :
“Suatu bangsa
itu tetap hidup selama akhlaknya tetap baik, bila akhlak mereka rusak, maka
sirnalah bangsa itu” (Syair karya : Syauqi)
Tujuan materi
mahfudzat
1)
Mengembangkan daya fantasi anak didik, serta melatih daya ingatan
2)
Memperkaya perbendaharaan kata dan percakapan
3)
Mempermudah siswa dalam mempelajari sastra Arab, dan uslub-uslub gaya bahasa
yang menarik hari, sebab telah terbiasa menghafal bait-bait yang panjang
4)
Mendidik jiwa kesatria dan menanamkan budi luhur
5)
Melatih anak didik agar baik ucapannya, indah perkataannya, menarik hari
pendengar-pendengarnya
6)
Melatih jiwa dan mental yang disiplin
Metode
mengajarkan mahfudzat
1)
Mengadakan apersepsi dan atau pre test
2)
Materi pelajaran mahfudzat harus disesuaikan dengan taraf kemampuan dan
perkembangan anak didik
3)
Materi mahfudzat menarik hati dan dapat mendorong semangat dedikasi yang tinggi
4)
Pada kelas-kelas dasar, materi mahfudzat dipilih kalimatnya yang tidak terlalu
panjang. Pada kelas-kelas yang sudah maju dapat diberikan cerita-cerita
menarik, syair-syair yang indah, dan kata-kata hikmah yang dapat menggugah jiwa
dan semangat anak didik
5)
Menuliskan materi mahfudzat di papan tulis denagn tulisan yang indah dan
menarik. Dan membacanya bersama-sama agar hafalan benar-benar membekas
6)
Sering-sering melakukan ulangan hafalan
Teknik
menghafal mahfudzat
1)
Guru membacakan teks mahfudzat, setelah lebih dahulu dituliskan di papan tulis,
kemudian diikuti oleh semua siswa bersama-sama, hingga hafal di luar kepala.
Kemudian guru menguji masing-masing siswa tentang hafalannya di depan kelas
dengan fasih. Dan setelah semua mendapatkan giliran, baru murid disuruh
menyalinnya di buku tulis.
2)
Membacakan mahfudzat sekaligus secara keseluruhan tanpa dibagi-bagi dalam
potongan yang kecil. Kemudian dibaca berkali-kali sampai hafal betul
3)
Kebalikan dari point 2 : yaitu dengan cara membagi dalam bagian yang kecil
materi mahfudzat dan dihafal, setelah hafal betul bagian pertama, berpindah ke
bagian yang lain, dan seterusnya hingga semuanya hafal di luar kepala.
6.
Metode Qawa’id (Nahwu Saraf)
Pada umumnya
banyak orang Islam menyangka bahwa bahasa Arab itu disamakan dengan nahwu
saraf, lalu mereka membayangkan bahwa kalau begitu belajar bahasa Arab itu
sukar, sulit dan memusingkan otak.
Kesan bahwa
bahasa Arab itu sukar, sulit dan memusingkan kepala adalah banyak disebabkan
dari kesalahan metode dalam mengajar. Sistem dan metode pengajaran lama,
terlalu menitikberatkan dan mengutamakan nahwu saraf dari pada Ta’bir
(percakapan), Mutala’ah (membaca), dan Imla’ (menulis). Sehingga
seolah-olah menyamakan bahasa Arab itu dengan nahwu saraf itu sendiri. Dalam
arti kata, jika seseorang telah mengetahui tata bahasa Arab, maka dengan
sendirinya menguasai bahasa Arab. Padahal nahwu saraf itu baru merupakan satu
bagian dari bahasa Arab, yang tidak mesti perlu dianggap sulit, apalagi
ditakuti. Prinsip mengajarkan bahasa Arab hendaknya tidak menyulitkan.
Akan tetapi buatlah anak-anak senang berbahasa Arab, jangan menyulitkan mereka.
“Mudahkanlah,
dan jangan disulitkan mereka”
Kalu dalam
bahasa Indonesia Qawaid/ nahwu saraf itu searti dengan “Tata Bahasa”, dan
“Grammar” dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, agak aneh kalau pengajaran
bahasa Arab ini mendahulukan saraf/qawaid daripada muhadasah, muthala’ah,
imla’, yang seharusnya dapat diajarkan sambil lalu
Metode
mengajarkan nahwu saraf (Qawaid)
1) Guru hendaknya
banyak memberikan contoh-contoh dari materi yang dibahas, agar pengajaran tidak
membosankan, dan dapat memudahkan pengertian anak didik
2) Pada contoh-contoh
yang diberikan itu, hendaklah ditulis di papan tulis, dan menjelaskan maksud
dan pengertiannya
3) Pada saat guru
menjelaskan maksud dan pengertian materi pelajaran nahwu saraf, pengertian
siswa penuh terpusat kepada materi.[7]
Metode Pembelajaran Menyimak
Pembelajaran
menyimak ada dua macam, yaitu: pertama, menyimak untuk keperluan pengulangan.
Menyimak dalam model ini menuntut mahasiswa untuk menyimak teks kemudian
mengulang dari apa yang didengarnya. Kedua, menyimak untuk keperluan memahami
teks dengan baik, dapat membedakan mana ide pokok dan mana ide tambahan, dapat
memahami alur cerita dalam teks dan sebagainya. Strategi yang dapat digunakan
dalam pembelajaran menyimak adalah sebagai berikut:
a.
Ta’lim Muta’awin
Strategi
ini memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk saling berbagi hasil belajar dari
materi yang sama dengan cara berbeda dengan membandingkan catatan hasil
belajar.
b.
Talkhis Magza
Metode
ini dapat menguji kemampuan menyimak mahasiswa terhadap isi cerita. Jawaban
mahasiswa terhadap pertanyaan (apa, bagaimana, mengapa, kapan, dimana) yang
kemudian disintesiskan ke dalam suatu kalimat singkat, padat, dan jelas
sehingga dapat menumbuhkan proses berfikir kreatif kritis terhadap topik yang
diberikan.
c.
Istima’ Mutabadil
Metode ini
dapat mengiringi mahasiswa untuk tetap konsentrasi dan terfokus pada materi
perkuliahan yang sedang disampaikan. Ia berguna untuk membentuk
kelompok-kelompok yang bertanggung jawab pada tugas yang terkait dengan materi.
d.
Istima’ al-Aghani
Metode
ini membantu mahasiswa untuk selalu tanggap dengan cermat, dan tepat dalam
memahami dan memaknai syair dan dinyanyikan.
e.
Istima’ al-Ma’lumat au al-Akhbar
Pada
metode ini, konsentrasi mahasiswa akan terfokus untuk tetap utuh meskipun dalam
rentang waktu yang cukup lama. Mahasiswa dapat menyimak dengan seksama sebuah
informasi sambil mendalami, keruntutan bahasanya, dan tingkat komunikasinya.
g.
Istima’ al-Musykilat
Metode
ini digunakan untuk meningkatkan rasa empati mahasiswa pada sesamanya.
Mahasiswa dapat memahami keluh kesa mahasiswa yang lain dan menawarkan solusi
edukatif dalam penyelesaiannya.[8]
Metode “Undzur
wa Qul” untuk Mengaktifkan Mahasiswa Berbicara Bahasa Arab
Tujuan pembelajaran dengan metode
“Undzur wa Qul” / direct method pada mahasiswa semester I di
PBA adalah untuk mengubah paradigma mahasiswa bahwa bahasa arab sekaligus untuk
memotivasi mahasiswa untuk berani berbicara dan tidak takut salah.
Media yang digunakan adalah
dengan menghadirkan benda (media secara langsung visual / atau buatan).
Dosen memulai pengajaran dengan
menyapa mahasiswa dengan bahasa arab, selanjutnya memulai pembelajaran bahasa
Arab dengan pengantar bahasa Arab dengan langkah:
- - menyiapkan media yang diperlukan dengan baik dan pastikan semua media bisa difungsikan,
- - mengadakan apersepsi dengan tanya jawab ringan menggunakan bahasa Arab,
- - selanjutnya dosen mulai mendemonstrasikan semua media yang sudah tersedia sesuai dengan fungsinya masing-masing,
- - melakukan drill yang diikuti oleh seluruh mahasiswa secara berulang secara bersama-sama dan individual.
·
Setelah semua mahasiswa berani
berbicara bahasa Arab dengan dapat bertanya dan menjawab pertanyaan dosen
dengan bahasa Arab, selanjutnya secara bergiliran mahasiswa diminta untuk
mengulang materi dengan berdemo untuk menggantikan menjadi dosen secara
bergiliran.
·
Hasil metode ini luar biasa, yang
semula mata pelajaran bahasa Arab tidak disukai menjadi mata pelajaran yang
disukai. Mahasiswa yang semula tidak berani berbicara bahasa Arab sekarang
berani berbicara dan tidak takut salah dan yang paling berhasil dari metode ini
adalah mempu menciptakan lingkungan berbahasa arab di PBA.[9]
METODE
LU’BAH
Lu’bah merupakan suatu metoda belajar baca
tulis Alquran dan Bahasa Arab terbaru, tercepat dan termudah yang dilakukan
melalui permaidan edukatif. Kata Lu’bah berasal dari Bahasa Arab yang berarti
bermain. Melalui permainan tersebut, anak dapat belajar dengan menyenangkan
tanpa ada perasaan tertekan, malu, dan jenuh. Metoda ini ditemukan oleh salah
satu Putra Inovatif Bangsa Indonesia, Iwan Setiawan, pada tahun 1990, setelah
melakukan penelitian selama 5 tahun dan kini dihadirkan untuk kita semua.
Berikut beberapa metoda lu’bah yang dapat diterapkan dalam pembelajaran baca
tulis Alquran dan Bahasa Arab.
Mengenalkan 6 Permukaan Dadu pada Anak
Ini dilakukan agar anak memiliki konsep bahwa
dadu yang ia gunakan memiliki 6 permukaan, caranya: Pegang dadu oleh ibu
jari dan telunjuk anda, mulai dari permukaan dadu yang berwarna putih, tunjuk
permukaan demi permukaan sambil mengatakan satu (pada permukaan putih), dua
(permukaan kuning), tiga (merah), empat (biru), lima (orange), enam (hijau).
Lakukan secara berulang hingga anak mengerti apa yang dimaksud.
Belajar Huruf Hijaiyah dengan Baca Tulis Jari
- Tempatkan anak sejajar dengan anda.
- Letakkan balok-balok dihadapan anak. Biarkan anak mengamatinya, sambil mengambil beberapa buah balok yang ia sukai (arahkan mengambil dua buah balok, lalu pisahkan dengan balok yang lain).
- Bantu meletakkan dua balok di hadapannya, usahakan warna putih di atas.
- Tempelkan jari telunjuk anda pada awal tulisan huruf dan goreskan hingga ke ujung lalu ke titik sambil mengucapkan bunyi huruf tersebut dengan jelas. Minta anak untuk menirukan bunyi huruf tersebut, boleh diulang.
- Bila anak mampu mengulanginya tanpa bantuan, dilanjutkan pada balok kedua.
- Apabila anak telah menguasai dua balok pertama, maka mulai lagi dengan dua balok yang lain dengan teknik seperti di atas.[10]
Dari penjelasan di atas, terdapat juga
penjelasan dari ayat Al Qur’an yang menjelaskan pentingnya sebuah metode dalam
suatu pembelajaran.
Surat Al Maidah: 67
* $pkr'¯»t ãAqߧ9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& øs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur ßJÅÁ÷èt z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# w Ïöku tPöqs)ø9$# tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ
Artinya:
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430].
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Surat
An Nahl: 125
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
[2]
Lihat: http://arabicforall.or.id/metode/studi-prinsip-dasar-metode-pengajaran-bahasa-arab/
(7 Juli 2013).
[3]
Lihat: http://nn.guru-indonesia.net/artikel_detail-18110.html (7Juli 2013).
[4]
Lihat: http://arabionline.blogspot.com/2011/12/metode-tradisional-dan-modern-dalam_19.html
(7 Juli 2013).
[5]
Lihat: http://pusdiklatteknis.kemenag.go.id/artikel/details/pembelajaran-bahasa-arab (7 Juli
2013).
[6]
Lihat: http://santrinews.blogspot.com/2012/12/metode-pembelajaran-bahasa-arab.html
(7 Juli 2013).
[7]
Lihat: http://fadliyanur.blogspot.com/2012/01/metode-pembelajaran-bahasa-arab.html
(7 Juli 2013).
[8]Lihat: http://wennidwianggraeni.wordpress.com/2012/05/18/metode-dan-strategi-pembelajaran-bahasa-arab/
(7 Juli 2013).
[9]
Lihat: http://wapikweb.org/article/detail/metode-undzur-wa-qul-untuk-mengaktifkan-mahasiswa-berbicara-bahasa-arab-AA-01210.php
(7 Juli 2013).
[10]
Lihat: http://lubahasia.com/metodalubah/definisi-metoda-lubah.html (7 Juli
2013).